KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Arab dan Bahasa Jawa dalam Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia pada Film Perempuan Berkalung Sorban ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui bentuk alih kode dan campur kode bahasa Arab dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia pada film Perempuan Berkalung Sorban serta faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode tersebut. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Akhir kata “tiada gading yang tak retak” begitu juga dengan makalah ini, masih memerlukan banyak perbaikan dalam beberapa bagian di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari para pembaca.
Surabaya, 20 November 2010
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peristiwa komunikasi merupakan peristiwa yang dialami oleh setiap orang dengan berbagai bahasa. Peristiwa komunikasi merupakan suatu peristiwa yang sangat majemuk. Komunikasi merupakan peristiwa penyampaian pesan dari komunikator (pengirim pesan) kepada komunikan (penerima pesan). Agar pesan tersebut sampai kepada komunikan, seorang komunikator harus menggunakan bahasa yang juga dipahami oleh komunikan. Ketika seorang komunikator menggunakan bahasa yang tidak dipahami oleh komunikan maka pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak akan sampai pada komunikan. Dalam hal ini bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting.
Namun, tidak semua penutur dan lawan tutur memiliki penguasaan bahasa yang sama. Sering sekali terjadi penutur harus berganti bahasa ketika akan berbicara dengan lawan tuturnya yang tidak menguasai bahasa penutur. Peralihan bahasa inilah yang disebut dengan alih kode. Peristiwa alih kode sering kali terjadi pada komunikasi dalam masyarakat Indonesia. Peristiwa alih kode tersebut bisa terjadi di pasar, di sekolah, di kampus, di kantor, bahkan alih kode sering digunakan dalam dialog film. Hal ini dikarenakan kemajemukan bahasa yang ada di Indonesia. Bahkan masih banyak lagi penyebab terjadinya alih kode.
Tidak hanya pergantian bahasa saja yang terjadi dalam peristiwa komunikasi, tetapi pencampuran antara dua bahasa pun sering kali terjadi. Pencampuran bahasa ini dilakukan karena antara penutur dan lawan tutur memiliki penguasan yang sama pada dua bahasa. Masyarakat sering kali tidak sadar ketika mereka melakukan campur kode. Sama halnya dengan alih kode, campur kode pun sering kali digunakan pada dialog film.
Dalam perfilman Indonesia, banyak sekali film yang melakukan peristiwa alih kode dan campur kode dalam dialog antar tokohnya. Hal ini terutama terjadi pada film yang mengangkat budaya Indonesia. Satu film yang menggunakan peristiwa alih kode dan campur kode dalam dialog antar tokohnya adalah film Perempuan Berkalung Sorban. Dalam film Perempuan Berkalung Sorban alih kode dan campur kode dilakukan anatara bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dengan bahsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam makalah yang berjudul Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Arab dan Bahasa Jawa dalam Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia pada Film Perempuan Berkalung Sorban ini akan dibahas peristiwa alih kode dan campur kode pada film Perempuan Berkalung Sorban.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini peneliti memberikan batasan pada masalah yang akan diteliti. Masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
a. Bagaimana bentuk alih kode dan campur kode bahasa Arab dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia pada film Perempuan Berkalung Sorban?
b. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode bahasa Arab dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia pada film Perempuan Berkalung Sorban?
1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui bentuk alih kode dan campur kode bahasa Arab dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia pada film Perempuan Berkalung Sorban.
b. Untuk faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode bahasa Arab dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia pada film Perempuan Berkalung Sorban.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Alih Kode
A. Pengertian Alih Kode
Appel (dalam Chaer, 2004:107) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Berbeda dengan Appel yang mengatakan bahwa alih kode terjadi antar bahasa, Hymes (dalam Chaer, 2004: 107) mengatakan bahwa alih kode bukan hanya terjadi antar bahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa.
Dari dua pengertian alih kode di depan dapat disimpulkan bahwa alih kode merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa dan peralihan ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa karena berubahnya situasi.
B. Penyebab Terjadinya Alih Kode
Penyebab terjadinya alih kode menurut Abdul Chaer (2004: 108) adalah sebagai berikut.
1. Pembicara atau penutur.
2. Pendengar atau lawan tutur.
3. Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga.
4. Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya.
5. Perubahan topik pembicaraan.
Seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode untuk mendapatkan “keuntungan” atau “manfaat” dari tindakannya itu. Hal ini bisa terjadi pada saat penutur dan lawan tutur memiliki bahasa ibu yang sama. Pembicaraan tersebut akan beralih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah. Dengan berbahasa daerah rasa keakraban pun lebih mudah dijalin daripada menggunakan bahasa Indonesia.
Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa si lawan tutur. Dalam hal ini biasanya kemampuan berbahasa si lawan tutur kurang atau agak kurang karena memang mungkin bukan bahasa pertamanya.
Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Status orang ketiga dalam alih kode juga menentukan bahasa atu varian yang harus digunakan.
Perubahan situasi bicara juga dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Misalnya, perubahan dari situasi formal ke informal (santai) atau sebaliknya. Hal ini akan mengakibatkan berubahnya ragam atau gaya bahasa yang digunakan. Begitu juga dengan perubahan topik pembicaraan yang dapat menyebabkan terjadinya alih kode.
2.2 Campur Kode
A. Pengertian Campur Kode
Thelander (dalam Chaer, 2004:115) mengatakan bahwa apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran, dan masing-masing klausa atau frase tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode. Dapat dikatakan bahwa campur kode merupakan penggunaan serpihan-serpihan bahasa lain dalam penggunaan satu bahasa.
B. Penyebab Terjadinya Campur Kode
Penyebab terjadinya campur kode adalah sebagai berikut.
1. Adanya pengaruh dari rumah.
Lingkungan rumah sangat memberikan pengaruh terhadap bahasa yang digunakan seseorang. Seorang penutur biasanya menggunakan bahasa rumah ketika berkomunikasi dengan orang luar keluarga akibat pengaruh kebiasaannya ketika berkomunikasi dengan keluarganya.
2. Adanya pengaruh pihak kedua.
Pihak kedua atau lawan tutur yang sama-sama menguasai dua bahasa yang juga dikuasai penutur menyebabkan penutur untuk mencampur dua bahasa yang dikuasainya. Dalam hal ini penutur dan lawan tutur sama-sama mengerti dengan adanya pencampuran dua bahasa (http://purnamabisnissmart.blogspot.com/).
Devi juga mengungkapkan bahwa campur kode dipengaruhi oleh unsur prestise.
Campur kode dipengaruhi oleh adanya unsur prestisei, yaitu anggapan bahwa bahasa yang satu dianggap lebih tinggi, lebih bergengsi, lebih superior atau sebaliknya bahasa itu dianggap lebih rendah dan tidak bergengsi mengakibatkan terjadinya campur kode. Hal ini sering dilakukan seseorang untuk menunjukkan eksistensinya. Jika dia ingin merendahkan orang pun biasanya menggunakan campur kode dengan bahasa yang dianggap rendah (http://doeniadevi.wordpress.com/2009/10/20/perihal-alih-kode-code-switching-dan-campur-code-code-mixinginterference-dalam-kedwibahasaan/).
BAB III
METODE DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang secara deskriptif kualitatif karena yang akan diteliti adalah kata-kata bukan angka. Penelitian ini menekankan pada hasil yang berupa kata-kata. Hal ini dikarenakan objek yang diteliti adalah bahasa. Bahasa tidak dapat diukur dengan angka karena bahasa hanya dapat dijelaskan secara deskriptif saja.
Objek penelitian ini adalah penggunaan bahasa yang berupa kata-kata sehingga metode yang bisa digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil yang akan didapatkan adalah deskripsi wujud alih kode dan campur kode pada film Perempuan Berkalung Sorban serta faktor-faktor terjadinya alih kode dan campur kode tersebut.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data diambil dengan cara menyimak penggunaan bahasa yang dilakukan oleh tokoh. Teknik dasar yang dilakukan adalah teknik sadap, yaitu dengan mendengarkan penggunaan bahasa yang diucapkan tokoh. Sementara teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap, yaitu menyimak dengan memperhatikan percakapan tokoh.
Selain itu, teknik pengumpulan data juga dilakukan dengan teknik pencatatan. Pencatatan data dilakukan sambil menyimak dialog tokoh. Pencatatan hanya dilakukan pada data yang akan mendukung penelitian ini saja.
BAB IV
PEMBAHASAN
2.1 Bentuk Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Arab dan Bahasa Jawa dalam Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia pada Film Perempuan Berkalung Sorban
Dalam film Perempuan Berkalung Sorban terdapat dua masalah sosiolinguistik yang sering terjadi dalam masyarakat yang multilingual. Dua masalah sosiolinguistik tersebut adalah alih kode dan campur kode antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia.
A. Bentuk Alih Kode Bahasa Arab dan Bahasa Jawa dalam Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia pada Film Perempuan Berkalung Sorban
Dalam film Perempuan Berkalung Sorban yang berlatar belakang pesantren wajar sekali adanya multilingualisme. Multilingual itu terjadi karena adanya penggunaan tiga bahasa, yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan bahasa Arab. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya alih kode. Alih kode dalam film Perempuan Berkalung Sorban ini terjadi antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia.
Dalam film Perempuan Berkalung Sorban ini terdapat dua belas dialog yang menunjukkan adanya alih kode. Dalam film ini terdapat sembilan dialog yang menunjukkan adanya peristiwa alih kode antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia. Dalam dialog-dialog tersebut terjadi peralihan penggunaan bahasa, yaitu dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia atau sebaliknya. Sementara terdapat tiga dialog yang menunjukkan adanya alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa atau sebaliknya.
Satu contoh dialog yang menunjukkan adanya alih kode dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
Anisa : “Islam nggak adil sama perempuan.”
Aisyah: “Intahbih Nisa.” (Jangan bicara sembarangan Nisa.)
“Laauna wa alai.” (Kualat kamu.)
Anisa : “Terus apa namanya kalau nggak adil?”
Aisyah: “Eh Nis, si Aminah udah taaruf, katanya cowoknya ganteng.”
Pada contoh di depan Aisyah melakukan alih kode dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Hal ini disesabkan terjadinya perubahan topik pembicaraan.
Sementara contoh dialog yang menunjukkan adanya alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa adalah sebagai berikut.
Ustad Ali : “Ada apa ini?”
Syamsudin: “Anisa berzinah.”
Kyai : “Nisa?”
Anisa : “Bohong abi.”
Kyai : “Apa buktinya Anisa berzinah?”
Syamsudin : “Takonono karo wong loro kuwi!” (Tanyakan pada dua orang itu!)
Pada contoh di depan Syamsudin melakukan alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Hal itu dikarenakan Syamsudin ingin mengakrabkan diri dengan Kyai karena dia mempunyai maksud tertentu, yaitu ingin menunjukkan bahwa Anisah selingkuh.
B. Bentuk Campur Kode Bahasa arab dan Bahasa Jawa dalam Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia pada Film Perempuan Berkalung Sorban
Sama halnya dengan alih kode dalam film Perempuan Berkalung Sorban ini, peristiwa campur kode juga terjadi karena adanya multilingualisme. Campur kode dalam film ini terjadi antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dengan bahasa Arab.
Campur kode dalam film Perempuan Berkalung Sorban ini terdapat dalam dua tataran, yaitu tataran kata dan frasa. Dalam film Perempuan Berkalung Sorban ini terdapat sembilan dialog yang menunjukkan adanya campur kode pada tataran kata. Sementara terdapat dua dialog yang menunjukkan adanya campur kode pada tataran frasa.
Berikut satu contoh dialog yang menunjukkan adanya campur kode pada tataran kata.
Khudori: “Nih minum tehnya. Kamu itu ngetik terus.”
Anisa : “ Syukron ya lek.” (Terima kasih ya lek.)
Pada contoh di depan Anisa melakukan campur kode dengan mengucapkan kata syukron yang berasal dari bahasa Arab yang artinya terima kasih.
Satu contoh dialog dari beberapa dialog yang menunjukkan adanya campur kode pada tatarn frasa adalah sebagai berikut.
Nyai : “Anisa!”
Anisa: “Ya umi, istai qitu.” (Ya umi, tunggu sebentar.)
Contoh di depan menunjukkan bahwa Anisa melakukan campur kode dengan mengucapkan istai qitu. Hadirnya frasa istai qitu menyebabkan terjadinya campur kode, karena istai qitu merupakan frasa yang berasal dari bahasa Arab yang berarti tunggu sebentar.
2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Arab dan Bahasa Jawa dalam Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia pada Film Perempuan Berkalung Sorban
Adanya alih kode dan campur kode dalam proses berkomunikasi sering kali tidak disadari oleh pelakunya. Alih kode dan campur kode terjadi karena berbagai sebab. Sebab-sebab itu terjadi dari sisi si penutur, lawan tutur, situasi, ataupun adanya pihak lain yang hadir dalam komunikasi tersebut, bahkan sebab tersebut dapat timbul dari topik yang sedang dibicarakan.
A. Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode Bahasa Arab dan Bahasa Jawa dalam Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia pada Film Perempuan Berkalung Sorban
Terjadinya suatu peristiwa alih kode terkadang tidak disadari oleh para pelakunya. Tetapi semua peristiwa alih kode tersebut mempunyai sebab-sebab tersendiri. Begitu pula peristiwa alih kode dalam film Perempuan Berkalung Sorban juga mempunyai beberapa sebab. Faktor penyebab terjadinya alih kode bahasa Arab dan Bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia akan dipaparkan secara rinci sebagai berikut.
1. Pembicara atau penutur ingin lebih akrab dengan lawan tutur
Terdapat dua dialog yang menunjukkan alih kode tersebut dilakukan dari faktor pembicara atau penutur. Pembicara atau penutur melakukan alih kode dengan maksud tertentu.
Contoh dialog yang menunjukkan alih kode dilakukan karena faktor penutur.
Anisa: “Ih, umi nggak adil.”
Nyai : “ Nis, kowe iku knopo toh?”
“Nglawan terus sama umi sama abi.”
Pada dialog di depan Nyai melakukan alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Hal itu dilakukan karena Nyai ingin lebih akrab dengan anaknya, Anisa. Dia mengucapkan kalimat Nis, kowe iku knopo toh? yang merupakan bahasa Jawa yang berarti Nis, kamu itu kenapa sih?. Nyai ingin mendekatkan dirinya dengan Anisa dan bertanya apa yang terjadi pada Anisa. Oleh karena itu, dia lebih memilih menggunakan bahasa Jawa daripada bahasa Indonesia agar terjalin keakraban, sebab Anisa sendiri juga bisa berbahasa Jawa.
Contoh dialog kedua yang menunjukkan adanya alih kode dengan sebab penutur adalah sebagai berikut.
Ustad Ali : “Ada apa ini?”
Syamsudin: “Anisa berzinah.”
Kyai : “Nisa?”
Anisa : “Bohong abi.”
Kyai : “Apa buktinya Anisa berzinah?”
Syamsudin : “Takonono karo wong loro kuwi!”
Dialog di atas menunjukkan bahwa Syamsudin melakukan alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, yaitu dengan mengucapkan Takonono karo wong loro kuwi! yang artinya tanyakan pada dua orang itu! . Hal itu dikarenakan Syamsudin ingin mengakrabkan diri dengan Kyai karena dia mempunyai maksud tertentu, yaitu ingin menunjukkan bahwa Anisah selingkuh.
2. Pembicara atau penutur ingin meredam suasana
Selain pembicara atau penutur ingin mengakrabkan diri dengan lawan tutur, alih kode juga dilakukan penutur untuk meredam suasana yang kacau.
Kyai : “Jangan bawa-bawa Allah!”
Nyai : “ Udah-udah ini salah umi.”
Anisa : “ Ndak abi ini salah Anisa bukan salah umi.”
Kyai : “ Usqoti! ”
“ Siapa yang mau menitipkan anaknya di pesantren ini?”
Kyai melakukan alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab dengan mengucapkan “ Usqoti! ” yang artinya “diam”. Kyai mengucapkan usqoti untuk meredam suasana antara Anisa dan Nyai yng saling menyalahkan. Kyai mengucapkan bahasa Arab karena Anisa dan Nyai juga mengerti bahasa Arab.
Contoh yang kedua adalah sebagai berikut.
Para santri: “Rajam, rajam, rajam!!!”
Nyai : “Usqotu, usqotu, usqotu!!!” (Diam semua!)
“Ada apa ini?”
Kata usqotu yang diucapkan Nyai menunjukkan bahwa Nyai telah melakukan alih kode. Nyai melakukan alih kode dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Arab, Nyai berharap bisa meredam susana yang kacau. Hal itu dikarenakan semua santri mengerti bahasa arab.
Contoh yang ketiga adalah sebagai berikut.
Anisa: “Orang tahu mana yang benar itu lewat buku.”
Reza : “Itu semua udah ada di kitab Nis. Tidak perlu buku modern.”
Anisa: “Apa yang salah dengan buku modern?”
Reza : “Salah Nis.”
Nyai : “Usqotu!” (Diam semua!)
“Apa kalian tidak bisa bersikap sebagai orang teladan?”
Dialog tersebut menunjukkan bahwa Nyai telah melakukan alih kode dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Sama halnya dengan contoh kedua Nyai melakukan alih kode juga untuk meredam suasana yang kacau. Anisa dan Reza juga mengerti bahasa Arab yang dikuasai Nyai.
3. Perubahan topik pembicaraan
Beralihnya topik pembicaraab juga dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa dialog dalam film Perempuan Berkalung Sorban.
Berikut adalah contoh dialog yang menunjukkan adanya alih kode karena perubahan topik pembicaraan.
Anisa : “Islam nggak adil sama perempuan.”
Aisyah: “Intahbih Nisa.” (Jangan bicara sembarangan Nisa.)
“Laauna wa alai.” (Kualat kamu.)
Anisa : “Terus apa namanya kalau nggak adil?”
Aisyah: “Eh Nis, si Aminah udah taaruf, katanya cowoknya ganteng.”
Aisyah melakukan alih kode ketika topik pembicaraannya berubah, yaitu dari topik Islam ke topik temannya yang taaruf. Ketika membicaraan tentang Islam dia menggunakan bahasa Arab. Hal ini dilakukan karena Islam identik dengan bahasa Arab. Selain itu Aisyah juga ingin memperhalus kata-katanya kepada Anisa dengan menggunakan bahasa Arab. Namun, ketika berbicara tentang temannya yang sedang taaruf Aisyah lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Arab. Hal ini dikarenakan topik pembicaraannya tidak sepenting saat membicarakan tentang agama. Perubahan situasi pembicaraan dari formal ke informal pun menjadi sebab terjadinya alih kode yang dilakukan Aisyah.
Contoh kedua yang menunjukkan adanya alih kode karena perubahan topik pembicaraan juga terdapat pada dialog berikut ini.
Ulfa : “Ukhti, unqin akhtari kitab staniya?” (Mbak, mau pinjam buku lagi dong?)
Santri lain: “Na’am ukhti.” (Ya, mbak.)
Ulfa : “Quratu hadzal kitab staras maroti qouron.” (Aku sudah membaca buku ini tiga kali.)
Santri lain: “Wa ana urid akhtari kitab aidan?” (Saya juga mau pinjam mbak.)
Ulfa : “ Ukhti kenapa kita tidak bangun perpustakaan saja?”
Anisa : “Kenapa kalian tidak menulis sendiri, lalu saling tukar tulisan?”
Ulfa : “Itu sudah sering ukhti. Tolong bilangin kepada ustad Reza untuk membangun perpustakaan.”
Ulfa dan para santri memilih menggunakan bahasa Arab saat ingin meminjam buku kepada Anisa, tetapi saat berbicara tentang perpustakaan, masalah yang cukup serius di pesantren Al-Huda tersebut Ulfa memilih menggunakan bahasa Indonesia. Peralihan bahasa yang dilakukan Ulfa tersebut termasuk alih kode yang disebabkan oleh beralihnya topik pembicaraan. Topik tersebut beralih dari informal (masalah meminjam buku) ke formal (masalah pembangunan perpustakaan).
Contoh ketiga yang nenunjukkan alih kode karena perubahan topik pembicaraan juga terdapat pada dialog Syamsudin.
Syamsudin: “Yang penting pesantren itu besar. Itu yang diinginkan bapakku. Walau bagaimanapun kita ini tetap saudara, ya tho.”
“Cicilan iku iso dibayar sak durunge akhir bulan, ngunu lho. Soale duwek iku dienggo nggedhekne pesantrene bapakku.”
Dialog di depan menunjukkan bahwa Syamsudin melakukan alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia karena perubahan topik pembicaraan, yaitu dari topik pesantren beralih ke topik pembayaran hutang.
4. Pengaruh lawan tutur
Terdapat satu dialog yang menunjukkan bahwa alih kode dilakukan dengan sebab pengaruh lawan tutur yang tertuang dalam pembicaraan antara Anisa dengan Ulfa.
Anisa: “Kalau kalian benar-benar serius mau bikin perpustakaan ana akan bantu. Karena ana akan di sini terus. Tapi ingat jangan ada yang kabur lagi ya!”
Ulfa : “Far akhrojana Kyai kaifa?” (Bagaimana kalau Kyai mengeluarkan kami?)
Anisa: “Kuntu nashiron lakun.” (Mbak akan bantu kalian.)
Anisa yang pada awalnya menggunakan bahasa Indonesia saat berkomunikasi dengan Ulfa beralih menggunakan bahasa Arab karena terpengaruh oleh Ulfa yang menggunakan bahasa Arab. Hal ini dilakukan Anisa karena dia ingin mengimbangi bahassa yang digunakan Ulfa.
5. Memberi perintah
Faktor lain penyebab terjadinya alih kode adalah penutur ingin memberikan perintah kepada lawan tutur. Dalam film Perempuan berkalung Sorban terdapat dua dialog yang menunjukkan bahwa alih kode dilakukan karena penutur ingin memberikan perintah kepada lawan tutur.
Dialog pertama yang menunjukkan bahwa alih kode dilakukan karena penutur ingin memberikan perintah kepada lawan tutur ditunjukkan dengan dialog Ustadzah dan Sari.
Nyai Syarifah: “Sari, kamu baca buku apa?”
Sari : “Ndak Nyi.”
Nyai Syarifah: “Aina kitab! Aina kitab!” (Sini bukunya! Sini bukunya!)
Untuk memberikan perintah kepada Sari, Nyai Syarifah memberikan perintah dalam bahasa Arab.
Berikut dialog kedua yang menunjukkan bahwa alih kode dilakukan untuk memberikan perintah kepada lawan tutur.
Kyai Ali: “Astagfirullahaladzim. Satu orang santri ketangkap lagi.”
“Ta’aluna! Ta’al!” (Bawa masuk! Bawa!)
Dialog di depan menunjukkan bahwa Kyai Ali memberikan perintah kepada lawan tutur dengan bahasa Arab.
6. Penegasan
Pada film Perempuan Berkalung Sorban alih kode juga dilakukan untuk memberikan penegasan. Hal itu tercermin dari pembicaraan Anisa dan Ulfa.
Anisa: “Kalian harus buat pesantren nyaman!”
Ulfa : “Tapi ukhti.”
Anisa: “Bantu ukhti melakukan perubahan!”
Ulfa : “Laauna arji’ ukhti. Ana ura faqot.” (Kami tidak mau pulang mbak. Saya mau di sini.)
Anisa: “Kalian harus pulang.”
Ulfa : “La ukhti.” (Tidak mbak.)
Ulfa melakukan peralihan bahasa dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab untuk menegaskan bahwa dia tidak mau pulang ke pesantren.
B. Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode Bahasa Arab dan Bahasa Jawa dalam Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia pada Film Perempuan Berkalung Sorban
Sama halnya dengan alih kode, campur kode pun dilakukan oleh masyarakat yang bilingual atau multilingual. Mereka melakukan pencampuran bahasa untuk memudahkan komunikasi mereka. Pencampuran bahasa itu adalah sebuah peristiwa campur kode. Terjadinya campur kode dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pengaruh pihak kedua
Seseorang melakukan campur kode terkadang karena terpengaruh oleh pihak kedua atau lawan bicara. Hal itu seperti tampak pada film Perempuan Berkalung Sorban. Terdapat bebarapa dialog yang menunjukkan bahwa campur kode dilakukan karena pengaruh orang kedua.
Nyai : “Berapa kali Umi bilang anak perempuan tidak boleh pencilakan.”
Anisa : “Anisa tidak pencilakan.”
Nyai : “Itu namanya pencilakan.”
Anisa : “Itu mas Wildan aja boleh.”
Nyai : “Mereka itu cah lanang gak po-po.”
Pada dialog di depan tampak bahwa terjadinya campur kode yang dilakukan Anisa karena terpengaruh ibunya dan untuk menyesuaikan diri dengan ibunya sehingga dia ikut mengucapkan kata pencilakan yang merupakan bahasa Jawa.
2. Penutur ingin menasihati lawan tutur
Orang tua yang ingin menasehati anaknya terutama orang tua yang berlatar belakang sebagai orang Jawa terkadang menasihati anaknya dengan istilah Jawa. Nasihat itu lebih enak diucapkan apabila menggunakan bahasa Jawa. Dalam film Perempuan Berkalung Sorban ini yang notabene berlatar belakang Jawa, Nyai yang berperan sebagai ibu Anisa juga melakukan hal yang sama. Dia menasehati Anisa dengan bahasa Jawa.
Anisa : “Anisa mau naik kuda.”
Nyai : “Jangan bicara sambil makan! Gak ilok.”
Pada dialog di depan Nyai yang merupakan ibu dari Anisa menasihati Anisa dengan bahasa Jawa dengan mengucapkan frasa gak ilok yang artinya tidak baik.
3. Unsur prestise
Seseorang terkadang menganggap satu bahasa lebih tinggi dari bahasa lain. Bahasa tersebut dianggap lebih superior, lebih bergengsi, dan lebih bangga untuk digunakan. Sama seperti yang dilakukan oleh Anisa.
Nyai : “Anisa...”
Anisa : “Ya Umi, istai qitu.”
Dialog di atas menunjukkan bahwa Anisa melakukan campur kode dengan menyisipkan frasa istai qitu yang merupakan bahasa Arab dalam komunikasinya dengan bahasa Indonesia. Anisa lebih bangga mengucapkan frasa “tunggu sebentar” dengan frasa “istai qitu” yang merupakan bahasa Arab.
Pada saat Anisa berbicara dengan suaminya, Khudori dia pun terkadang menggunakan bahasa Arab. Anisa mengganggap bahwa bahasa Arab tersebut lebih bergengsi daripada bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Selain itu, Anisa juga ingin menunjukkan pada Khudori bahwa dia juga menguasai bahasa Arab seperti Khudori. Dialog tersebut adalah sebagai berikut.
Khudori : “Nih, minum tehnya. Kamu tuh ngetik terus.”
Anisa : “Syukron ya Lek.” (Terima kasih ya Lek.)
Kata syukron yang diucapkan Anisa mengakibatkan adanya campur kode karena Anisa lebih bangga menggunakan bahasa Arab daripada bahasa Indonesia atau bahasa Jawa.
4. Unsur sapaan
Masyarakat bilingual atau multilingual terkadang menyapa lawan bicaranya dengan sapaan dari bahasa lain yang dikuasai. Unsur sapaan terhadap lawan bicara diucapkan dengan menggunakan bahasa yang tidak sama dengan yang digunakannya pada saat berkomunikasi. Hal ini pun terjadi dalam film Perempuan Berkalung Sorban. Terdapat beberapa dialog yang menunjukkan bahwa campur kode itu dilakukan karena penutur ingin menyapa lawan tutur dengan bahasa lain yang dikuasainya.
Contoh pertama dialog yang menunjukkan bahwa campur kode dilakukan karena unsur sapaan yang berasal dari bahasa lain.
Para santri : “Kowe jangan macam-macam! Mau tak hajar kowe?”
Pengganggu : “Ampun Mas.”
Para santri menyapa pengganggu menggunakan bahasa Jawa, yaitu kowe yang berarti kamu. Kata kowe itu yang menyebabkan terjadinya campur kode.
Sama halnya dengan contoh pertama, contoh berikut juga menunjukkan bahwa campur kode dilakukan karena adanya unsur sapaan yang berasal dari bahasa lain.
Kyai : “Anakku Mas.”
Kakak Kyai: “Jadi anak sampeyan yang ini toh yang akan menggantikan sampeyan memimpin pesantren ini.
Kyai : “Insyaallah Mas.”
Kakak Kyai menyapa Kyai dengan menggunakan bahasa Jawa, yaitu dengan kata sampeyan yang artinya kamu. Penggunaan kata sampeyan tersebut menyebabkan terjadinya campur kode.
Selain sapaan dalam bahasa Jawa, dalam film Perempuan Berkalung Sorban ini juga terdapat sapaan dalam bahasa Arab. Terdapat dua dialog yang menunjukkan adanya sapaan dalam bahasa Arab.
(1) Para santri : “ Maaf ukhti , kita baru kali ini kok bolos.”
Anisa : “ Bolos?”
Ulfa : “Ya ukhti. Kita Cuma mau beli majalah aja kok.”
Anisa : “Tenang, tenang, ana, juga nggak mau balik ke sana lagi kok.”
(2) Ulfa : “Ukhti...”
Anisa : “Nih dibagiin, ana udah telpon teman ana di Yogya.”
Dari data (1) dan data (2) terlihat bahwa para santri dan Ulfa menyapa Anisa dengan sebutan ukhti yang berasal dari bahasa Arab. Ukhti tersebut berarti mbak atau kakak. Begitu juga dengan Anisa yang menyebut dirinya dengan kata ana yang merupakan bahasa Arab yang berarti “saya”.
5. Penutur ingin memaki lawan tutur
Seseorang yang ingin memaki orang lain biasanya lebih leluasa jika memaki dengan bahasa ibu mereka, yang mungkin bahasa itu tidak dimengerti oleh lawan tuturnya. Hal ini yang terjadi pada film Perempuan Berkalung Sorban. Para tokoh yang ingin memaki orang lain lebih memilih untuk menggunakan bahasa ibu mereka, yaitu bahasa Jawa untuk mengungkapkan makian itu.
Syamsudin memaki Anisa, istrinya sebagai pelacur dengan kata lonte yang merupakan bahasa Jawa. Dengan adanya kata lonte dalam kalimat Syamsudin menyebabkan terjadinya campur kode.
Syamsudin : “E, lonte, apa?”
Anisa : “Mas, jangan Mas! Lepas Mas, lepasin Mas!
Data kedua yang menunjukkan adanya campur kode karena keinginan memaki oleh penutur juga terlihat pada dialog di bawah ini.
Syamsudin: “Ya, aku mau menjalankan sunnah Rosul. Di Islam menikahi janda itu kan bagus.”
Wildan : “Edan kamu Syam. Ojo kurang ajar!”
Kata edan yang diucapkan oleh Wildan tersebut merupakan makian yang berarti “gila”. Wildan lebih leluasa memaki dengan kata edan karena makian itu akan lebih terasa seperti makian yang kasar dibanding dengan menggunakan kata “gila”.
6. Terbawa kebiasaan rumah
Dalam berkomunikasi dengan orang di luar anggota keluarganya, seseorang sering terbiasa berbicara dengan bahasa yang sering dia gubakan di rumah. Begitu pula yang terjadi dengan Anisa dalam film Perempuan Berkalung Sorban. Dia terbiasa menggunakan bahasa Jawa krama saat berkomunikasi dengan orang tua yang dihormatinya. Saat berbicara dengan dokter yang juga dihormati oleh Anisa, maka Anisa juga terbawa untuk berbicara dengan bahasa Jawa krama. Hal ini ditunjukkan dalam dialog di bawah ini.
Dokter : “Tuh, tuh, belum ada perubahan tho dari bulan lalu. Rahim kamu itu ada kelainan, bisa menyebabkan keguguran.”
Anisa : “ Trus pripun dok?” (Trus bagaimana dok?)
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Pada film Perempuan Berkalung Sorban ini ditemukan dialog-dialog yang menunjukkan adanya alih kode dan campur kode. Terdapat dua belas dialog yang menunjukkan terjadinya peristiwa alih kode. Alih kode tersebut terjadi antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia. Sementara campur kode terdapat dalam dua tataran, yaitu tataran kata dan tataran frasa. Campur kode dalam tataran kata ditunjukkan melalui 11 dialog, dengan rincian 9 dialog yang menunjukkan campur kode dalam tataran kata dan 2 dialog yang menunjukkan campur kode dalam tataran frasa.
Faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dalam film Perempuan Berkalung Sorban adalah pembicara/penutur ingin lebih akrab dengan lawan tutur, pembicara/penutur ingin meredam suasana, perubahan topik pembicaraan, pengaruh lawan tutur, memberi perintah, dan penegasan. Sementara faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode dalam film Perempuan Berkalung Sorban adalah pengaruh pihak kedua, penutur ingin menasihati lawan tutur, unsur prestise, unsur sapaan, penutur ingin memaki lawan tutur, dan pengaruh kebiasaan dari rumah.
5.2 Saran
Alih kode dan campur kode seharusnya digunakan pada kondisi dan situasi yang tepat. Campur kode seharusnya hanya digunakan pada situasi informal saja sementara pada situasi formal seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
http://doeniadevi.wordpress.com/2009/10/20/perihal-alih-kode-code-switching-dan-campur-code-code-mixinginterference-dalam-kedwibahasaan/ (diakses pada tanggal 20 Desember 2010).
http://purnamabisnissmart.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 20 Desember 2010).
ALIH KODE DAN CAMPUR KODE BAHASA ARAB
DAN BAHASA JAWA DALAM BERKOMUNIKASI
DENGAN BAHASA INDONESIA
PADA FILM PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN
Oleh:
AFIYAH NUR KAYATI (082074225)
FARIDATUS ZULFA (082074206)
PB-2008
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
DESEMBER 2010
RPP DAN SILABUS SMP VIII
Oleh
OKCY NANDA NUGRAHA
082074222
PB-2008
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
DESEMBER 2010
Trims mas. Mohon ijin copy untuk bahan pembelajaran
BalasHapus